ABDULLAH bin MASH’UD
“Dan Kami turunkan dari
Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.
(QS. Al Israa’ : 82 )
Sahabat Pilihan
Abdullah bin Mash’ud adalah ahli Al-Qur’an; fasih bacaannya, serta merdu
suaranya. Nabi sendiri pernah memujinya dengan bersabda :
“Siapa yang ingin mendengar al-Qur’an tepat seperti waktu diturunkan
hendaklah mendengarkannya dari Ibnu Ummi Abidin. Dan siapa yang ingin
membaca Al-Qur’an secara tepat seperti waktu diturunkan, hendaklah ia
membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abidin” (Ibnu Ummi Abidin adalah
nama lain dari Abdullan bin Mash’ud).
Pernah suatu hari Nabi meminta ia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, “Yaa
Rasulullah, haruskah saya membacakannya kepada engkau?”
Nabi menjawab, “Saya ingin mendengar dari mulut orang lain.” Karena Nabi
sudah berkata demikian, Abdullah bin Mash’ud pun mulai membacakan Al-Qur’an di
depan Nabi mulai dari surah An-Nisaa’. Bacaannya itu betul-betul meresap di
hati Nabi, sehingga ketika sampai ayat
ke-41 dan 42, mata Nabi mulai berkaca-kaca. Beliau menangis terisak-isak, tak
sanggup lagi mendengarkan lebih lanjut.
Abdullah bin Mash’ud memang salah seorang sahabat Nabi yang banyak
menguasai berbagai hal mengenai Al-Qur’an. Ia banyak tahu latar belakang dan
situasi yang berkembang ketika ayat Al-Qur’an turun. Dan ia juga tahu secara
persis bagaimana bacaan dan maksud dari ayat-ayat tersebut.
“Saya telah menampung 70 surah Al-Qur’an yang saya dengar langsung dari
Rasulullah SAW, tiada seorangpun yang melebihi dariku”, kata Abdullah bin
Mash’ud penuh kesyukuran.
Meski demikian, sebagaimana layaknya seorang yang banyak menguasai dan
mempergunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, ia tetap rendah hati, jauh
dari sifat sombong, atau congkak.
“....sekiranya aku mengetahui ada seseorang yang lebih tahu dariku, dan
orang itu dapat dijangkau dengan kendaraan unta, niscaya aku akan menemui orang
itu. Dan terus terang, aku bukan yang terbaik di antara kalian”, katanya
merendah.
Dekat dengan Rakyat
Dengan mengetahui secara persis
latar belakang turunnya Al-Qur’an, serta maksud dan tujuan ayat itu turun
–apalagi dalam jumlah banyak– sudah tentu orang tersebut akan memiliki ilmu
pengetahuan yang luas. Karena Al-Qur’an merupakan induk ilmu pengetahuan. Dan
apabila diamalkan akan menjadikan seseorang makin dekat kepada Allah, perilaku
dan pemikirannya menjadi Islami.
Keadaan yang demikian, memang tepat
diterapkan kepada Abdullah bin Mash’ud. Ia sahabat Nabi yang luas ilmunya,
cerdas otaknya, taat ibadahnya, baik budi pekertinya. Para sahabat Nabi dan
orang-orang yang datang kemudian, mengakuinya terus terang.
Tidak heran jika Amirul Mukminin
Umar Ibnul Khattab mengangkatnya menjadi bendaharawan kota Kufah. ketika
mengantarkannya kepada penduduk Kufah, Amirul Mukmnin berkata : “demi Allah,
yang tiada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku lebih mementingkan kalian
daripada diriku. Maka ambillah dan pelajarilah baik-baik ilmu dari Abdullah bin
Mash’ud!”
Abdullah bin Mash’ud memang
sangat amanah dan dekat dengan rakyatnya, telah membuat penduduk mencintainya
sepenuh hati. Ketika Khalifah Usman hendak memberhentikannya dari
jabatannya, rakyat Kufah protes.
Dengan penuh kearifan, Abdullah
bin Mash’ud menyambut tekat bulat mereka, ”bagaimanapun juga saya harus taat
kepada Amirul Mukminin. Jika dibelakang hari timbul fitnah, saya tidak ingin
menjadi yang pertama membukakan pintunya”.
Abdullah bin Mash’ud konsekuen
dengan ucapannya itu. Ketika api fitnah bermunculan dari kaum pembangkang mau
membunuh Usman, ia sangat kaget dan marah sekali.
Pertemuan tak terduga
Ia masuk Islam tatkala orang
Islam baru sejumlah jari –jari satu tangan saja. Proses masuk Islamnya pun
sederhana. Ketika itu, ia masih berusia remaja dan menjadi penggembala kambing
milik Uqbah bin Mu’aith. Saat sedang menggembalakan kambing, datang Nabi
dan sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq, minta susu kambing. Keduanya rupanya kehausan.
Sang penggembala menolak
lantaran ia memang tidak berwenang memberikan air susu kambingnya. Rasulullah
lantas bertanya, “Apakah engkau punya kambing betina yang mandul?”
“Ada”, jawab penggembala kambing
itu sambil menunjuk kambing yang dimaksud. Nabi lalu mengikat kaki kambing itu
dan mengelus-elus susunya sambil berdoa. Tiba-tiba kambing itu mengeluarkan air
susu yang lancar sekali, dan diminum bertiga hingga kenyang.
Setelah peristiwa ajaib
(mu’jizat) itu, ia lantas menemui Nabi meminta diajari kata-kata yang diucapkan
sewaktu beliau memerah susu kambing yang mandul. Nabi menjawab, “Engkau kelak
akan menjadi orang yang terpelajar.”
Sejak saat itu resmilah ia masuk
Islam sepenuh hati tanpa gentar menghadapi resiko sebesar apapun.
Dihajar
Pernah suatu ketika muncul
gagasan para sahabat untuk memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an ditengah-tengah
kerumunan orang-orang kafir Makah. Abdullah bin Mash’ud tampil menawarkan
dirinya.
Para sahabat kaget bercampur
khawatir. “Yang kami inginkan adalah seorang lelaki yang mempunyai keluarga
terhormat dan berwibawa, sehingga mampu mengadakan pembelaan bila orang-orang
kafir akan berbuat jahat”. Kata para sahabat kepada Abdullah bin Mash’ud.
Abdullah
bin Mash’ud tak peduli, “Biarkan saya tampil membacakan ayat-ayat Al-Qur’an.
Allah pasti akan membela”, katanya tandas.
selesai berkata demikian, ia
melangkah keluar. Hari ketika itu menunjukkan waktu dhuha, sekitar pukul 9 pagi.
Orang-orang kafir Makah sedang ramai-ramainya berkumpul di balai pertemuan.
Begitu Abdullah bin Mash’ud sampai di balai pertemuan, ia langsung naik ke
panggung dan membacakan ayat Al-Qur’an surat Ar-Rahman.
Baru beberapa ayat dibacakan,
orang-orang kafir itu bangkit dengan wajah beringas. Mereka menghajar Abdullah
bin Mash’ud hingga babak belur. Tapi ia tetap tak mempedulikannya. Ia
meneruskan bacaannya sampai Allah menghendaki berhenti.
Dengan tubuh yang nyaris hancur,
ia pun berjalan tertatih-tatih menemui para sahabat. “Inilah yang sebetulnya
kami khawatirkan atas dirimu, Abdullah bin Mash’ud”, kata para sahabat begitu
menerima kehadirannya kembali.
Tapi Abdullah bin Mash’ud
bukannya jera, sebaliknya ia malah berkata, “Sekarang ini tidak ada yang lebih
mudah bagi saya menghadapi musuh-musuh Allah. Dan seandainya kalian
menghendaki, besok saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat hal yang
sama!”. Para sahabat menentramkan, “Kami kira cukuplah. Engkau telah membacakan
kepada mereka suatu bacaan yang tabu bagi mereka”.
Makin Maju
Abdullah bin Mash’ud, orang
kedua setelah Rasulullah, yang memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an
ditengah-tengah kafir Mekah, tetap tidak puas.
Semangatnya untuk menyebarkan dan membela Islam makin menggebu-gebu.
Seolah-olah tak seimbang dengan keadaan tubuhnya yang kecil lagi pendek
(diriwayatkan, bila ia berdiri tingginya sama dengan duduknya orang Arab
kebanyakan).
Sekedar untuk menyebutkan contoh
keberaniannya adalah tatkala terjadi Perang Badar dimana kondisi fisik
tentara Islam sangat tidak seimbang dibanding tentara musuh, baik dari jumlah
personil, logistik, maupun pengalaman di medan tempur. Dalam perang yang
terjadi di bulan Ramadhan itu, pasukan Islam yang dipimpin Nabi, maju terus
merebut kemenangan di dunia maupun di surga di akhirat. Dan salah seorang
jagonya adalah Abdullah bin Mash’ud yang mampu merobohkan musuh Islam nomor
satu : Abu Jahal yang berbadan kekar dan kuat.
Dari sini bintang Abdullah bin
Mash’ud makin memancar. Ia makin dekat dengan Nabi, bahkan ia dijadikan orang
kepercayaan yang boleh keluar masuk rumah Nabi. Para sahabat menyebutnya
sebagai “peti rahasia Nabi” lantaran ia banyak sekali menyimpan rahasia
pribadi Nabi yang cemerlang, tak ada duanya di dunia. Sehingga bagi yang mampu
mengenal perikehidupan Nabi, akan semakin tebal rasa keislamannya dan semakin
ingin melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebanyak-banyaknya dan
seikhlas-ikhlasnya, baik untuk kepentingan dunia apalagi kepentingan akhirat.
Abdullah bin Mash’ud sudah membuktikan semua.
Ia menjadi makin cerdas otaknya,
makin luas pengetahuannya, makin kaya pengalamannya, makin tekun ibadahnya, dan
makin baik akhlaknya. Di tengah-tengah kesibukannya beribadah misalnya, ia
tetap bekerja mencari nafkah, sehingga rezekinya terus melimpah. Ia sendiri
pernah berkata “Saya paling benci melihat
lelaki yang menganggur, tak ada usaha untuk kepentingan dunia, dan tidak pula
untuk kepentingan akhirat”.
Di lain kali ia pun berkata
pula, “Sebaik-baik kaya ialah kaya hati. Sebaik-beik
bekal ialah bekal taqwa. Seburuk-buruk buta ialah buta hati. Sebesar-besar dosa
adalah berdusta. Sejelek-jelek usaha ialah memungut riba, Seburuk-buruk makanan
ialah makan harta anak yatim. Siapa yang memaafkan orang akan dimaafkan Allah.
Dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah”
Itulah salah satu nasehat
Abdullah bin Mash’ud yang tetap akan berlaku di tengah-tengah kehidupan umat
manusia.
Oleh : Badruzzaman
Busyairi
Sumber : Buletin Dakwah
No 19 Th. ke XIV ( Ramadhan 1407 H / Mei 1987 )dengan sedikit editan pada ejaan
kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar