Senin, 14 September 2015

Kisah Sahabat Nabi : Abdullah bin Mash'ud

ABDULLAH bin MASH’UD



“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (QS. Al Israa’ : 82 )


Sahabat Pilihan
Abdullah bin Mash’ud adalah ahli Al-Qur’an; fasih bacaannya, serta merdu suaranya. Nabi sendiri pernah memujinya dengan bersabda :
“Siapa yang ingin mendengar al-Qur’an tepat seperti waktu diturunkan hendaklah mendengarkannya dari Ibnu Ummi Abidin. Dan siapa yang ingin membaca Al-Qur’an secara tepat seperti waktu diturunkan, hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abidin” (Ibnu Ummi Abidin adalah nama lain dari Abdullan bin Mash’ud).
Pernah suatu hari Nabi meminta ia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, “Yaa Rasulullah, haruskah saya membacakannya kepada engkau?”
Nabi menjawab, “Saya ingin mendengar dari mulut orang lain.” Karena Nabi sudah berkata demikian, Abdullah bin Mash’ud pun mulai membacakan Al-Qur’an di depan Nabi mulai dari surah An-Nisaa’. Bacaannya itu betul-betul meresap di hati Nabi, sehingga ketika sampai  ayat ke-41 dan 42, mata Nabi mulai berkaca-kaca. Beliau menangis terisak-isak, tak sanggup lagi mendengarkan lebih lanjut.
Abdullah bin Mash’ud memang salah seorang sahabat Nabi yang banyak menguasai berbagai hal mengenai Al-Qur’an. Ia banyak tahu latar belakang dan situasi yang berkembang ketika ayat Al-Qur’an turun. Dan ia juga tahu secara persis bagaimana bacaan dan maksud dari ayat-ayat tersebut.
“Saya telah menampung 70 surah Al-Qur’an yang saya dengar langsung dari Rasulullah SAW, tiada seorangpun yang melebihi dariku”, kata Abdullah bin Mash’ud penuh kesyukuran.
Meski demikian, sebagaimana layaknya seorang yang banyak menguasai dan mempergunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, ia tetap rendah hati, jauh dari sifat sombong, atau congkak.
“....sekiranya aku mengetahui ada seseorang yang lebih tahu dariku, dan orang itu dapat dijangkau dengan kendaraan unta, niscaya aku akan menemui orang itu. Dan terus terang, aku bukan yang terbaik di antara kalian”, katanya merendah.


Dekat dengan Rakyat
                Dengan mengetahui secara persis latar belakang turunnya Al-Qur’an, serta maksud dan tujuan ayat itu turun –apalagi dalam jumlah banyak– sudah tentu orang tersebut akan memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Karena Al-Qur’an merupakan induk ilmu pengetahuan. Dan apabila diamalkan akan menjadikan seseorang makin dekat kepada Allah, perilaku dan pemikirannya menjadi Islami.
                Keadaan yang demikian, memang tepat diterapkan kepada Abdullah bin Mash’ud. Ia sahabat Nabi yang luas ilmunya, cerdas otaknya, taat ibadahnya, baik budi pekertinya. Para sahabat Nabi dan orang-orang yang datang kemudian, mengakuinya terus terang.
                Tidak heran jika Amirul Mukminin Umar Ibnul Khattab mengangkatnya menjadi bendaharawan kota Kufah. ketika mengantarkannya kepada penduduk Kufah, Amirul Mukmnin berkata : “demi Allah, yang tiada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku lebih mementingkan kalian daripada diriku. Maka ambillah dan pelajarilah baik-baik ilmu dari Abdullah bin Mash’ud!”
                Abdullah bin Mash’ud memang sangat amanah dan dekat dengan rakyatnya, telah membuat penduduk mencintainya sepenuh hati. Ketika Khalifah Usman hendak memberhentikannya dari jabatannya, rakyat Kufah protes.
                Dengan penuh kearifan, Abdullah bin Mash’ud menyambut tekat bulat mereka, ”bagaimanapun juga saya harus taat kepada Amirul Mukminin. Jika dibelakang hari timbul fitnah, saya tidak ingin menjadi yang pertama membukakan pintunya”.
                Abdullah bin Mash’ud konsekuen dengan ucapannya itu. Ketika api fitnah bermunculan dari kaum pembangkang mau membunuh Usman, ia sangat kaget dan marah sekali.


Pertemuan tak terduga
                Ia masuk Islam tatkala orang Islam baru sejumlah jari –jari satu tangan saja. Proses masuk Islamnya pun sederhana. Ketika itu, ia masih berusia remaja dan menjadi penggembala kambing milik Uqbah bin Mu’aith. Saat sedang menggembalakan kambing, datang Nabi dan sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq, minta susu kambing.  Keduanya rupanya kehausan.
                Sang penggembala menolak lantaran ia memang tidak berwenang memberikan air susu kambingnya. Rasulullah lantas bertanya, “Apakah engkau punya kambing betina yang mandul?”
                “Ada”, jawab penggembala kambing itu sambil menunjuk kambing yang dimaksud. Nabi lalu mengikat kaki kambing itu dan mengelus-elus susunya sambil berdoa. Tiba-tiba kambing itu mengeluarkan air susu yang lancar sekali, dan diminum bertiga hingga kenyang.
                Setelah peristiwa ajaib (mu’jizat) itu, ia lantas menemui Nabi meminta diajari kata-kata yang diucapkan sewaktu beliau memerah susu kambing yang mandul. Nabi menjawab, “Engkau kelak akan menjadi orang yang terpelajar.”
                Sejak saat itu resmilah ia masuk Islam sepenuh hati tanpa gentar menghadapi resiko sebesar apapun.

Dihajar
                Pernah suatu ketika muncul gagasan para sahabat untuk memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an ditengah-tengah kerumunan orang-orang kafir Makah. Abdullah bin Mash’ud tampil menawarkan dirinya.
                Para sahabat kaget bercampur khawatir. “Yang kami inginkan adalah seorang lelaki yang mempunyai keluarga terhormat dan berwibawa, sehingga mampu mengadakan pembelaan bila orang-orang kafir akan berbuat jahat”. Kata para sahabat kepada Abdullah bin Mash’ud.
                Abdullah bin Mash’ud tak peduli, “Biarkan saya tampil membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Allah pasti akan membela”, katanya tandas.
                selesai berkata demikian, ia melangkah keluar. Hari ketika itu menunjukkan waktu dhuha, sekitar pukul 9 pagi. Orang-orang kafir Makah sedang ramai-ramainya berkumpul di balai pertemuan. Begitu Abdullah bin Mash’ud sampai di balai pertemuan, ia langsung naik ke panggung dan membacakan ayat Al-Qur’an surat Ar-Rahman.
                Baru beberapa ayat dibacakan, orang-orang kafir itu bangkit dengan wajah beringas. Mereka menghajar Abdullah bin Mash’ud hingga babak belur. Tapi ia tetap tak mempedulikannya. Ia meneruskan bacaannya sampai Allah menghendaki berhenti.
                Dengan tubuh yang nyaris hancur, ia pun berjalan tertatih-tatih menemui para sahabat. “Inilah yang sebetulnya kami khawatirkan atas dirimu, Abdullah bin Mash’ud”, kata para sahabat begitu menerima kehadirannya kembali.
                Tapi Abdullah bin Mash’ud bukannya jera, sebaliknya ia malah berkata, “Sekarang ini tidak ada yang lebih mudah bagi saya menghadapi musuh-musuh Allah. Dan seandainya kalian menghendaki, besok saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat hal yang sama!”. Para sahabat menentramkan, “Kami kira cukuplah. Engkau telah membacakan kepada mereka suatu bacaan yang tabu bagi mereka”.


Makin Maju
                Abdullah bin Mash’ud, orang kedua setelah Rasulullah, yang memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an ditengah-tengah kafir Mekah, tetap tidak puas.  Semangatnya untuk menyebarkan dan membela Islam makin menggebu-gebu. Seolah-olah tak seimbang dengan keadaan tubuhnya yang kecil lagi pendek (diriwayatkan, bila ia berdiri tingginya sama dengan duduknya orang Arab kebanyakan).
                Sekedar untuk menyebutkan contoh keberaniannya adalah tatkala terjadi Perang Badar dimana kondisi fisik tentara Islam sangat tidak seimbang dibanding tentara musuh, baik dari jumlah personil, logistik, maupun pengalaman di medan tempur. Dalam perang yang terjadi di bulan Ramadhan itu, pasukan Islam yang dipimpin Nabi, maju terus merebut kemenangan di dunia maupun di surga di akhirat. Dan salah seorang jagonya adalah Abdullah bin Mash’ud yang mampu merobohkan musuh Islam nomor satu : Abu Jahal yang berbadan kekar dan kuat.
                Dari sini bintang Abdullah bin Mash’ud makin memancar. Ia makin dekat dengan Nabi, bahkan ia dijadikan orang kepercayaan yang boleh keluar masuk rumah Nabi. Para sahabat menyebutnya sebagai “peti rahasia Nabi” lantaran ia banyak sekali menyimpan rahasia pribadi Nabi yang cemerlang, tak ada duanya di dunia. Sehingga bagi yang mampu mengenal perikehidupan Nabi, akan semakin tebal rasa keislamannya dan semakin ingin melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebanyak-banyaknya dan seikhlas-ikhlasnya, baik untuk kepentingan dunia apalagi kepentingan akhirat. Abdullah bin Mash’ud sudah membuktikan semua.
                Ia menjadi makin cerdas otaknya, makin luas pengetahuannya, makin kaya pengalamannya, makin tekun ibadahnya, dan makin baik akhlaknya. Di tengah-tengah kesibukannya beribadah misalnya, ia tetap bekerja mencari nafkah, sehingga rezekinya terus melimpah. Ia sendiri pernah berkata “Saya paling benci melihat lelaki yang menganggur, tak ada usaha untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat”.
                Di lain kali ia pun berkata pula, “Sebaik-baik kaya ialah kaya hati. Sebaik-beik bekal ialah bekal taqwa. Seburuk-buruk buta ialah buta hati. Sebesar-besar dosa adalah berdusta. Sejelek-jelek usaha ialah memungut riba, Seburuk-buruk makanan ialah makan harta anak yatim. Siapa yang memaafkan orang akan dimaafkan Allah. Dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah
                Itulah salah satu nasehat Abdullah bin Mash’ud yang tetap akan berlaku di tengah-tengah kehidupan umat manusia.



Oleh : Badruzzaman Busyairi

Sumber : Buletin Dakwah No 19 Th. ke XIV ( Ramadhan 1407 H / Mei 1987 )dengan sedikit editan pada ejaan kata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar