KHAULAH BINTI TSA’LABAH
(Wanita yang
aduannya didengar Allah dari langit ke tujuh)
Beliau adalah Khaulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa’labah
Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau
dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a. yang
beliau menyertai Perang Badar dan Perang Uhud dan mengikuti seluruh peperangan
yang disertai Rasulullah SAW. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak
laki-laki yang bernama Rabi’.
Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya, Aus bin Shamit dalam masalah
yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung
ibuku.” Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk
bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan
tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga
jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam
sejarah Islam. Khaulah berkata, “Tidak...jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada
di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan
sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah
yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”
Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah SAW., lalu dia duduk di hadapan
beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya.
Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi tentang
urusan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “kami belum pernah mendapatkan perintah
berkenaan urusan tersebut..aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita mukminah ini mengulangi perkataannya dan menjelaskan kepada
Rasulullah SAW apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan
suaminya, namun Rasulullah SAW tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan
engkau telah haram baginya.”
Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke
langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua
matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau
menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdo’a, “Ya Allah,
sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku.”
Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri
di hadapan Rasulullah SAW dan berdialog untuk meminya fatwa, adapun istighatsah
dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta’ala. Ini adalah bukti
kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada
Rasulullah SAW.
Tiada henti-hentinya wanita ini berdo’a sehingga suatu ketika Rasulullah
SAW pingsan sebagaimana beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah
Rasulullah SAW sadar kembali, beliau bersabda, “wahai Khaulah, sungguh Allah
telah menurunkan Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu .” kemudian beliau
membaca firman-Nya, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan
Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
Orang-orang yang menzhihar
isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal)
tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah
wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang menzhihar
isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan,
maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak
mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut
sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya)
memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada
siksaan yang sangat pedih.
( QS. Al Mujaadilah : 1-4)
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat
(tebusan) Zhihar :
Rasulullah SAW : Perintahkan
kepadanya (suami Khansa’) untuk memerdekakan seorang budak.
Khaulah : Ya
Rasulullah, dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.
Rasulullah SAW : Jika demikian
perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut
Khaulah : Demi
Allah, dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.
Rasulullah SAW : Perintahkan
kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.
Khaulah : Demi
Allah, ya Rasulullah, dia tidak memilikinya.
Rasulullah SAW : Aku bantu
dengan separuhnya.
Khaulah : Aku
bantu separuhnya yang lain, wahai Rasulullah.
Rasulullah SAW : Engkau benar
dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya,
kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.
Maka Khaulah pun melaksanakannya.
Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak
Adam AS. yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang
menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga
dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya.
Ummul mukminin, Aisyah RA. berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Allah
Yang Maha Luas Pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang
wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah SAW, dia berbincang-bincang
dengan Rasulullah SAW, sementara aku berada di samping rumah dan tidak
mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan
ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah... (QS.
Al Mujaadilah : 1)
Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah
Umar bin Khaththab RA saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya.
Beliau berkata, “Wahai Umar, aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih
Umair (Umar kecil), tatkala engkau berada di Pasar Ukazh, engkau menggembala
kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki
nama Amirul Mukminin. Maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu,
ketahuilah, barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi
dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia akan takut
kehilangandan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap
azab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar, Amirul Mukminin berdiri
sambil menundukkan kepala dan mendengar perkataannya.
Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan
mengatakan kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul
Mukminin wahai wanita..!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia.. tahukah kamu
siapakah dia? Beliau adalah Khaulah, yang Allah mendengarkan perkataannya dari
langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya.”
Dalam riwayat lain, Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah, seandainya
beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak
akan menyudahinya ehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali
jika telah datang waktu shalat, maka aku akan mengerjakan shalat kemudian
kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.”
Sumber :
~ buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly
dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, halaman 242-246, penerbit AT-TIBYAN
~Buletin Islam al-Qoshiduun No 188 Edisi Oktober 2014, Penerbit :
Yayasan Islam Al-Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar